Thursday, March 31, 2011

Agar Cinta Tetap Bersemi Di Hati


Sahabat,


Tak salah jika kita berdoa memohon pasangan yang sempurna,


Tetapi pada saat yang sama kita juga harus melapangkan dada untuk menerima kekurangan.


Kita boleh memancangkan harapan, tapi kita juga perlu bertanya apa yang sudah kita persiapkan agar layak mendampingi pasangan idaman.


Sahabat,


Ini bukan berarti kita tidak boleh mempunyai keinginan untuk memperbaiki kehidupan kita, rumah tangga kita, serta pasangan kita.


Akan tetapi, semakin besar harapan kita dalam pernikahan semakin sulit kita mencapai kebahagiaan dan kemesraan.


Sebaliknya, semakin tinggi komitmen pernikahan kita akan semakin lebar jalan yang terbentang untuk memperoleh kebahagian dan kepuasan.


Sahabat,


Apa bedanya harapan dan komitmen?


Apa pula pengaruhnya terhadap keutuhan rumah tangga kita?


Harapan terhadap perkawinan menunjukkan apa yang ingin kita dapatkan dalam perkawinan. Bila kita memiliki harapan perkawinan yang sangat besar, sulit bagi kita untuk menerima pasangan apa adanya. Kita akan selalu melihat dia penuh kekurangan. Jika kita menikah karena terpesona oleh penampilan fisiknya, maka kita akan segera kehilangan kemesraan sehingga tidak bisa berlemah lembut begitu pasangan kita sudah tidak memikat lagi.


Sementara itu, komitmen perkawinan lebih menunjukkan rumah tangga seperti apa yang ingin kita bangun. Kerelaan untuk menerima kekurangan, termasuk mengikhlaskan hati menerima kekurangannya membuat kita lebih mudah mensyukuri perkawinan.


Sahabat,


Jika kita melapangkan hati untuk menerima perbedaan, maka kita akan menemukan banyak persamaan.


Dengan menerima perbedaan, maka akan lebih mudah bagi kita untuk melihat kebaikan-kebaikannya.


Sahabat,


mari kita memberi perhatian yang hangat pada pasangan kita,


menerima pasangan kita tanpa syarat,


dan,


ungkapkanlah semua itu dengan kata-kata yang indah


Sahabat,


terimalah ia apa adanya


terimalah kekurangannya dengan keikhlasan hati


maka akan kita temukan cinta yang bersemi indah


Setelah itu, mari kita berupaya memperbaiki dan bukan menuntut untuk sempurna.


Bukankah kita sendiri mempunyai kekurangan, mengapa kita sibuk menuntut pasangan untuk sempurna?


Sahabat, mari kita simak sebuah puisi di bawah ini;


suami yang menikahi kamu tidaklah semulia Rasulullah


tidaklah setakwa Ibrahim as


tidak pula setabah Ayub as,


segagah Musa as


apalagi setampan Yusuf as


justru suamimu hanyalah pria akhir zaman yang punya cita-cita membangun keturunan yang sholeh,


suami yang ingin menjadi pelindung, kamu penghuninya,


suami adalah nahkoda, kamu adalah navigatornya


suami bagaikan balita yang nakal, kamu adalah penuntun kenakalannya


saat suami menjadi raja, kamu nikmati anggur singgasananya


ketika suami menjadi bisa, kamulah penawar obatnya


seandainya suami masinis yang lancang, sabarlah memperingatkannya


pernikahan mengajar kita perlunya iman dan takwa, untuk belajar meniti sabar dan ridho Allah karena memiliki suami yang tak segagah mana justru kamu akan tersentak,


karena kamu bukanlah Khadijah yang begitu sempurna


bukanlah Hajar yang begitu setia dalam sengsara


kamu hanyalah wanita akhir zaman yang berusaha menjadi sholehah……


Sahabat,


Ada amanat yang harus kita emban ketika kita menikah.


Ada ruang untuk saling berbagi.


Ada ruang untuk saling memperbaiki.


Dan bukan saling mengeluhkan, atau menyebut-nyebut kekurangan.


Pahamilah kekhilafannya agar ia merasa ringan dalam memperbaiki, meski bukan berarti kita lantas membiarkan kesalahan.


Berikanlah dukungan dan kehangatan kepadanya sehingga ia berbesar hati menghadapi tantangan-tantangan yang ada di depan.


Tunjukkanlah bahwa kita memang sangat menghargainya, menerimanya dengan tulus, mau mengerti dan bersemangat mendampinginya.


Terimalah ia apa adanya.


Terimalah kekurangannya dengan keikhlasan hati maka akan kita temukan cinta yang bersemi indah.


Sahabat,


Cukup banyak hal sepele yang tampaknya kita anggap telah kita berikan tetapi ternyata hal itu jauh meleset dari dugaan.


Kita bukan mendengar pasangan tetapi mendengar diri sendiri,


kita bukan memberi solusi tapi malah menambah materi.


Kita bukan memberi jalan keluar alih-alih menghakimi.


Kita bukan memberikan jawaban, tetapi malah memberikan pertanyaan.


Kita bukan meringankan tetapi malah memberatkan.


Benarkah?


Sahabat,


kekayaan itu ada di jiwa


dan keping kekayaan itu dimulai dari ketulusan menerima.


dengan kekayaan jiwa kita akan lebih mudah memberikan empati,


lebih mudah untuk memahami,
lebih mudah untuk berbagi
dan
lebih mudah mendengar dengan sepenuh hati.


Sahabat,


Hari ini, ketika kita bermimpi tentang sebuah pernikahan yang romantis sementara ikatan batin di antara kita dan pasangan begitu rapuh,


sudahkah kita berterima kasih kepadanya?


Sudahkah kita meminta maaf atas kesalahan kesalahan kita?


Jika belum, mulailah dengan meminta maaf atas kesalahan-kesalahan kita dan ungkapkan sebuah panggilan sayang untuknya.


Mulailah dari yang paling mudah,
hatta yang paling remeh atau kecil sekalipun.


Agar cinta bersemi dalam keluarga kita, agar cinta senantiasa berbunga dalam kehidupan kita.


Semoga Allah melindungi kita dari mempersoalkan perbedaan tanpa memahaminya.


Semoga Allah menjauhkan kita dari kesibukan yang membinasakan.


Semoga Allah pula kelak mengukuhkan ikatan perasaan di antara kita dengan kasih sayang, ketulusan, dan kerelaan menerima perbedaan.

Monday, March 28, 2011

*** Apa Itu CINTA ***

 Semua Cinta atas dasar kecintaan kepada Allah itulah cinta hakiki, Semua cinta yang mengantarkan seseorang kepada taat kepada Allah itulah cinta yang sebenarnya. Karena cinta adalah kesucian, pengorbanan, keteguhan dalam memegang janji, keikhlasan dalam melaksanakan perintah Allah. Cinta adalah akad dan perjanjian... Cinta adalah airnya kehidupan bahkan dia adalah rahasia kehidupan... Cinta adalah kelezatan ruh bahkan ia adalah ruh kehidupan... Dengan cinta menjadi terang semua kegelapan...akan cerah kehidupan..akan menari hati...dan akan bersih qolbu.... Dengan cinta semua kesalahan akan dimaafkan... dengan cinta semua kelalaian akan diampunkan... dengan cinta akan dibesarkan makna kebaikan... Kalaulah bukan dengan cinta, maka tidak akan saling meliuk satu dahan dengan dahan yang lainnya... Kalaulah bukan karena cinta tidak akan merunduk rusa betina kepada pejantannya, tidak akan menangis tanah yang kering terhadap awan yang hitam, dan bumi tidak akan tertawa terhadap bunga pada musim semi.... Ketika cinta hampa dalam kehidupan maka jiwa akan sempit dan terjadilah pertikaian dan perselisihan. Ketika cinta telah hilang, maka akan layulah bunga, akan padamlah cahaya, akan pendeklah usia, akan kering danau di hutan belantara dan akan silih berganti datang penyakit dan sengsara. Ketika cinta telah sirna...tatkala itulah lebah meninggalkan bunga, tatkala itu burung pipit meninggalkan sangkarnya, tatkala itu pula kutilang tidak hinggap lagi pada pucuk cemara. Sekiranya lautan mempunyai pantai dan sekiranya sungai mempunyai muara, maka lautan cinta tidak berpantai dan sungai cinta tidak bermuara.

Thursday, March 24, 2011

Motivasi dan nasehat menurut Abjad


Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Dari sahabat untuk sahabat.....◕‿◕
A to Z for Life
=========

A : Accept.
Terimalah diri anda sebagaimana adanya.

B : Believe.
Percayalah terhadap kemampuan anda untuk meraih apa yang anda inginkan
dalam hidup.

C : Care.
Pedulilah pada kemampuan anda meraih? apa yang anda inginkan dalam hidup.

D : Direct.
Arahkan pikiran pada hal-hal positif yang meningkatkan kepercayaan diri.

E : Earn.
Terimalah penghargaan yang diberi orang lain dengan tetap berusaha
menjadi yang terbaik.

F : Face.
Hadapi masalah dengan benar dan yakin.

G : Go.
Berangkatlah dari kebenaran.

H : Homework.
Pekerjaan rumah adalah langkah penting untuk pengumpulan informasi.

I : Ignore.
Abaikan celaan orang yang menghalangi jalan anda mencapai tujuan.

J : Jealously.
Rasa iri dapat membuat anda tidak menghargai kelebihan anda sendiri.

K : Keep.
Terus berusaha walaupun beberapa kali gagal.

L : Learn.
Belajar dari kesalahan dan berusaha untuk tidak mengulanginya.

M : Mind.
Perhatikan urusan sendiri dan tidak menyebar gosip tentang orang lain.

N : Never.
Jangan terlibat skandal seks, obat terlarang, dan alkohol.

O : Observe.
Amatilah segala hal di sekeliling anda.
Perhatikan, dengarkan, dan belajar dari orang lain.

P : Patience.
Sabar adalah kekuatan tak ternilai yang membuat anda terus berusaha.

Q : Question.
Pertanyaan perlu untuk mencari jawaban yang benar dan menambah ilmu.

R : Respect.
Hargai diri sendiri dan juga orang lain.

S : Self confidence, self esteem, self respect.
Percaya diri, harga diri, citra diri, penghormatan diri akan
membebaskan kita dari saat-saat tegang.

T : Take.
Bertanggung jawab pada setiap tindakan anda.

U : Understand.
Pahami bahwa hidup itu naik turun, namun tak ada yang dapat mengalahkan anda.

V : Value.
Nilai diri sendiri dan orang lain, berusahalah melakukan yang terbaik.

W : Work.
Bekerja dengan giat, jangan lupa berdoa.

X : X’tra.
Usaha lebih keras membawa keberhasilan.

Y : You.
Anda dapat membuat suatu yang berbeda.

Z : Zero.
Usaha nol membawa hasil nol pula.

Semoga bermanfaat..

Salam Cinta

Monday, March 21, 2011

Membalas Kebaikan Didlm Kehidupan Seharian Kita.


Bentuk membalas kebaikan orang sangat banyak ragam dan bentuknya. Tentu saja setiap orang membalas sesuai dengan keadaan dan kemampuannya. Jika seseorang membalas dengan yang sepadan atau lebih baik, inilah yang diharapkan. Jika tidak, maka memuji orang yang memberi di hadapan orang lain, mendoakan kebaikan, dan memintakan ampunan bag
inya, juga merupakan bentuk membalas kebaikan orang.

Dahulu, orang-orang Muhajirin datang kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam dengan mengatakan, “Wahai Rasulullah, orang-orang Anshar telah pergi membawa seluruh pahala. Kami tidak pernah melihat suatu kaum yang paling banyak pmberiannya dan paling bagus bantuannya pada saat kekurangan selain mereka. Mereka juga telah mencukupi kebutuhan kita.” Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam menjawab, “Bukankah kalian telah memuji dan mendoakan mereka?” Para Muhajirin menjawab, “Iya.” Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Itu dibalas dengan itu.” (HR. Abu Dawud dan An-Nasa`i. Lihat Shahih At-Targhib no. 963)

Maksudnya, selagi orang-orang Muhajirin memuji orang-orang Anshar karena kebaikan mereka, para Muhajirin telah membalas kebaikan mereka.

Di antara bentuk pujian yang paling bagus untuk orang yang berbuat baik adalah ucapan:

جَزَاكَ اللهُ خَيْرًا

“Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan.”

Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

“Barangsiapa diperlakukan baik lalu ia mengatakan kepada pelakunya,

جَزَاكَ اللهُ خَيْرًا

“Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan,” ia telah tinggi dalam memujinya.” (Shahih Sunan At-Tirmidzi no. 2035, cet. Al-Ma’arif)

Mensyukuri yang Sedikit Sebelum yang Banyak

Seseorang belum dikatakan mensyukuri Allah Subhanallahu wa Ta’ala jika belum berterima kasih terhadap kebaikan orang. Hal ini seperti yang disabdakan oleh Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam:

“Tidak bersyukur kepada Allah orang yang tidak berterima kasih kepada manusia.” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dan Abu Dawud dalam Sunan-nya)

Hadits ini mengandung dua pengertian:

1. Orang yang tabiat dan kebiasaannya tidak mau berterima kasih terhadap kebaikan orang, biasanya ia juga mengingkari nikmat Allah Subhanallahu wa Ta’ala dan tidak mensyukuri-Nya.

2. Allah Subhanallahu wa Ta’ala tidak menerima syukur hamba kepada-Nya apabila hamba tersebut tidak mensyukuri kebaikan orang, karena dua hal ini saling berkaitan.

Ini adalah makna ucapan Al-Imam Al-Khatthabi v seperti disebutkan dalam ‘Aunul Ma’bud (13/114, cet. Darul Kutub Al-Ilmiyah).

Orang yang tidak bisa mensyukuri pemberian orang meskipun hanya sedikit, bagaimana ia akan bisa mensyukuri pemberian Allah Subhanallahu wa Ta’ala yang tak terbilang?! Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman (artinya):

“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya.” (An-Nahl: 18)

Orang-orang yang Harus Disyukuri Pemberiannya

Di antara manusia yang wajib disyukuri kebaikannya adalah kedua orang tua. Ini sebagaimana firman Allah Subhanallahu wa Ta’ala (artinya):

“Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu.” (Luqman: 14)

Kedua orang tua telah mengorbankan semua miliknya demi kebaikan anaknya. Mereka siap menanggung derita karena ada seribu asa untuk buah hatinya. Oleh karena itu, sebaik apa pun seorang anak menyuguhkan berbagai pelayanan kepada kedua orang tuanya, belumlah mempu membalas kebaikan mereka, kecuali apabila mereka tertawan musuh atau diperbudak lalu sang anak membebaskannya dan memerdekakannya. Hak kedua orang tua sangatlah besar sehingga sangat besar pula dosa yang ditanggung oleh seseorang manakala mendurhakai kedua orang tuanya.

Demikian pula, kewajiban seorang istri untuk berterima kasih kepada suaminya sangatlah besar. Seorang suami telah bersusah-payah mencarikan nafkah serta mencukupi kebutuhan anak dan istrinya. Oleh karena itu, seorang istri hendaknya pandai-pandai berterima kasih atas kebaikan suaminya. Jika tidak, ia akan diancam dengan api neraka.

Dahulu ketika melakukan shalat gerhana, diperlihatkan surga dan neraka kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam. Diperlihatkan kepada beliau api neraka yang ternyata kebanyakan penghuninya adalah wanita. Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam menyebutkan bahwa sebabnya adalah mereka banyak melaknat dan mengingkari kebaikan suaminya. (Lihat Shahih Muslim no. 907)

Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

“Wahai para wanita, bersedekahlah kalian dan perbanyaklah istighfar (memohon ampunan kepada Allah Subhanallahu wa Ta’ala), karena aku melihat kalian sebagai penghuni neraka terbanyak.”

Ketika Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam menyampaikan wasiat tersebut, ada seorang wanita bertanya, “Mengapa kami menjadi mayoritas penghuni neraka?” Beliau menjawab, “Kalian banyak melaknat dan mengingkari (kebaikan) suami.” (Mukhtashar Shahih Muslim no. 524)

Apabila seorang istri disyariatkan untuk mengingat kebaikan suaminya, demikian pula seorang suami hendaknya mengingat-ingat kebaikan istrinya.

Adalah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam senantiasa mengingat-ingat jasa dan perjuangan istrinya tercinta, Khadijah bintu Khuwailid radhiyallahu ‘anha. Hal ini seperti yang disebutkan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Aku belum pernah merasa cemburu terhadap istri-istri Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam seperti cemburuku atas Khadijah radhiyallahu ‘anha, padahal aku belum pernah melihatnya. Akan tetapi, Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam sering menyebutnya. Terkadang beliau menyembelih kambing lalu memotong bagian kambing itu dan beliau kirimkan kepada teman-teman Khadijah radhiyallahu ‘anhu. Terkadang aku berkata kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam, ‘Seolah tidak ada wanita di dunia ini selain Khadijah!’ Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam lalu bersabda, ‘Sesungguhnya Khadijah dahulu begini dan begitu (beliau menyebut kebaikannya dan memujinya). Saya juga mempunyai anak darinya’.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Dari hadits di atas diketahui bahwa Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam sering mengingat-ingat kebaikan istri beliau yang pertama yang memiliki setumpuk kebaikan. Dialah Khadijah radhiyallahu ‘anha. Ia termasuk orang yang pertama masuk Islam, membantu Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam dengan hartanya, dan mendorong Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam untuk senantiasa tegar menghadapi setiap masalah. Oleh karena itu, hendaknya seorang muslim selalu menjaga kebaikan istrinya, temannya, dan kawan pergaulannya dengan mengingat-ingat kebaikan mereka dan memujinya.

Ada contoh lain dari praktik salaf umat ini dalam membalas kebaikan orang lain. Shahabat Jarir bin Abdillah Al-Bajali radhiyallahu ‘anhu sangat kagum dengan pengorbanan orang-orang Anshar. Oleh karena itu, ketika melakukan perjalanan dengan shahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu -yang termasuk orang Anshar-, beliau memberikan pelayanan dan penghormatan kepada Anas radhiyallahu ‘anhu, padahal beliau lebih tua darinya. Anas radhiyallahu ‘anhu menegur Jarir radhiyallahu ‘anhu supaya tidak memperlakukan dirinya dengan perlakuan istimewa. Akan tetapi, Jarir radhiyallahu ‘anhu beralasan bahwa orang-orang Anshar telah banyak berbuat baik kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam, sehingga ia (Jarir radhiyallahu ‘anhu) bersumpah akan memberikan pelayanan dan penghormatan kepada orang-orang Anshar. (Lihat Shahih Muslim no. 2513)

Wallahu Ta’ala A’lam Bishshowab.

Oleh Al-Ustadz Abu Muhammad Abdul Mu’thi y


Disalin dari artikel dengan judul yang sama dalam majalah Asy-Syari’ah No. 66/VI/1431 H/2010 disertai sedikit perubahan redaksi

Friday, March 18, 2011

Bimbinglah & Nasihatkan Mereka dgn Berhikmah.



Jangan suka MENGHUKUM saja
BIMBING dan NASIHATKANLAH..
Kiranya TERASA berat melakukannya..
Cuma tunjukkan anda tidak menyukainya..
Dan bukan dengan cara MERENDAHKANNYA..
Kerna HIDAYAH itu milik Allah Ta'ala..
InsyaAllah semua orang punya MASA untuk BERUBAH..
Sebelum AJAL menjemputnya..
InsyaAllah.. InsyaAllah.. ^_^

Saturday, March 5, 2011

*** Let us practise 'The Magic Words' ***



"Harry, open the door!"


"Harry, can you please open the door!"


Dua ungkapan dengan maksud yang sama, tetapi menghasilkan kesan yang berbeza.


Semasa saya kecil, Sesame Street adalah salah sebuah rancangan televisyen yang amat saya 


minati. Salah satu episod yang masih segar di ingatan saya ialah "The Magic Word".


"The Magic Word" bertujuan mengajar kanak-kanak supaya menggunakan 


perkataan-perkataan yang sopan terutamanya apabila meminta pertolongan. Perkataan 


please, kindly dan yang seumpama dengannya adalah "The Magic Word" yang dimaksudkan.


AKAL DAN HATI


Saya sentiasa berhati-hati agar jangan perkataan saya menyinggung sesiapa. Maka saya juga 


mengharapkan yang sama dari orang lain. Ia adalah fitrah manusia. Allah mencipta manusia 


dengan akal dan hati, yang saling berbeza tabiat dalam memberikan reaksi kepada perkataan.


Akal memproses logik. Hati memproses emosi.


Akal dan logik menghasilkan tahu.


Hati dan emosi mencetuskan mahu.


Apabila kita meminta sesuatu dari orang lain dengan menyebut "Ali, buka pintu tu", ia adalah 


arahan kepada akal. Apabila akal memahami arahan tersebut, ia akan memberikan 


kefahaman tentang reaksi dan tindakan yang sepatutnya diambil terhadap arahan itu.


Tetapi arahan yang hanya mempedulikan akal, walaupun boleh difahami, ia mungkin tidak 


mencetus mahu. Arahan itu tidak mengambil kira soal hati. Sedangkan kemahuan datang dari 


hati.


Bagaimana kalau ayat yang sama diungkap dengan cara yang lebih sopan, seperti "Ali, tolong 


bukakan pintu tu. Terima kasih!"


Bagaimanakah perasaan dan kesediaan kita untuk bekerjasama dengan permintaan yang 


sedemikian rupa, berbanding arahan pertama?


Saya yakin, kita lebih bersungguh dan berkemahuan untuk memenuhi permintaan itu kerana 


perkataan "buka pintu" memberitahu akal, manakala perkataan "tolong" dan "terima kasih" 


menggerakkan hati.


Tidak bolehkah peraturan semudah ini kita amalkan dalam hidup?


LUQMAN DAN BAHASA KASIH SAYANGNYA


Lihat sahaja bagaimana Luqman menasihati anaknya. Beliau mulakan ungkapan nasihat itu 


dengan lafaz "Ya Bunayya", yang boleh dimaksudkan sebagai "wahai anakku sayang". Ia 


adalah lafaz akal dan hati. Luqman tidak bersikap angkuh terhadap anaknya atas status 


dirinya sebagai bapa. Malah kuasa kasih sayang dan bahasa yang mengungkapkannya, 


menjadikan nasihat itu lebih berkesan dan penuh hikmah.


Manusia tidak bertindak berdasarkan apa yang dia tahu (akal), tetapi manusia bertindak 


berdasarkan apa yang dia mahu (hati). Jangan lupa yang itu. Jangan hanya mengeluarkan 


arahan, tetapi manfaatkan fitrah manusia yang ada perasaan.


BAHASA TERHAKIS


Saya semakin merasakan betapa generasi hari ini semakin tidak mempedulikan bahasa. Tidak 


pandai berbahasa. Tidak bijak menutur kata. Saya tidaklah mengharapkan bahasa 


bangsawan atau sastera. Tetapi cukup dengan bahasa "The Magic Word" yang sudah begitu 


sebati dengan adat resam dan budaya kita.


Lihat sahaja pada mesej-mesej di shoutbox dan komen. Saya tidak bermaksud mahu 


memperlekeh sesiapa, tetapi saya tidak enak membaca tulisan yang tidak manusiawi. Tidak 


cerdik berkata-kata. Apakah kerana generasi muda hari ini semakin banyak berhubung di 


alam virtual, maka mereka menjadi tuli terhadap nilai-nilai kemanusiaan pada bahasa dan 


perhubungan?


Sengaja saya cetuskan Sesama Street sebagai muqaddimah kisah ini kerana saya ingin 


menunjukkan kepada pembaca betapa masyarakat Barat, masih ramai yang particular dan 


mengambil berat tentang hal ini. Mereka mengajar anak-anak mereka berbudi bahasa.


Bagaimana dengan kita yang Muslim ini? Islam yang mengajar kita bahawa muka dan bahasa 


yang manis itu adalah suatu kebajikan. Bagaimana dengan Melayu yang suka dikenali sebagai 


bangsa yang berbudi bahasa?


Sudikah kalian memikirkannya? Terima kasih.